Menjelang tahun politik pemilu
Legislatif dan Presiden 2019 yang tinggal beberapa bulan lagi membuat suasana
politik nasional sampai ke daerah semakin memanas. Partai politik sebagai
kendaraan politik telah melakukan Berbagai manufer politik untuk menggalang
dukungan calon tertentu mulai dari pencitraan dengan menggunakan sintemen agama,
memanfaatkan moment tertentu untuk menarik simpati massa, sampai pada kampanye hitam
dengan saling menggembosi, menggoreng isu tertentu untuk menjatuhkan lawan
politik. Namun itulah wajah konstelasi politik di Indonesia yang tanpa prinsip,
fundamentalis mendadak liberal dan liberal mendadak fundamentalis. Para Intelektual
berlagak bego dengan mengkategorikan partai Allah dan partai setan tak lain
untuk memobilisasi dukungan, dan masih banyak lagi.
Tak ketinggalan di
Polewali mandar, daerah yang menyandang nama kampung malaqbi. Ungsur partai politik berbondong-bondong melakukan
penjaringan calon legislative. Yang tua sampai yang muda pun ikut terjaring
yang jelas punya modal, kompetensi dan track
record urusan belakang. Maka jangan
heran jika ada keluarga ataupun satu
kampung mendadak baik dan rajin
kemasjid, dari yang cuek mendadak peduli hiperaktif terhadap semua persoalan yang ada.
Karukunan Keluarga Pelajar
Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) sebagai ungsur kelompok Mahasiswa yang punya
posisi tawar di desa Batetangnga tidak dinafikkan menjadi sasaran empuk untuk
di Infiltrasi oleh kepentingan
politik praktis.
Menurut teori sistem
politik oleh David Easton bahwa mahasiswa
berada dalam level infra structure.
Karena mahasiswa berada dalam level infra
structure, dan kaum intelektual yang memahami idealitas secara teoritis
maka mahasiswa memiliki tanggungjawab moral untuk berkontribusi terhadap
masyarakat.
Artinya, jika di hubungkan
dalam teori politik, maka mahasiswa dapat dikategorikan satu elemen yang
mengisi proses input politic (baca
proses input politik). Proses input
politic yang dilakukan Mahasiswa bisa berupa mengkritisi kebijakan,
mengkritisi prilaku elit politik, dan mengkritisi fenomena politik jika
ditemukan kesalahan. Karena secara fungsi memberikan input politic dan berada dalam level infra-strukture maka mahasiswa secara ideal menjaga jarak dengan
elite politic yang berada dalam level supra
structure.
Namun realitas dilapangan
berkata lain. Mahasiswa dalam momentum politik
justru terkotak-kotakkan dalam merespon isu padahal ditinjau dari sisi kuantitas
sangat banyak. Akhirnya berbagai kelompok mahasiswa tidak tekonsolidasikan dan mengkritisi
isu yang berbeda satu sama lain, ini kecenderungan yang parsial.
Apa yang harus dilakukan
mahasiswa dan kkpmb khususnya ?
Hal yang harus dilakukan
adalah Mahasiswa khusunya KKPMB diera silent
majority dan dalam momentum tahun politik adalah menjaga jarak dengan elite politic tanpa kompromi. Selain
proses penjagaan jarak tersebut adalah karena dorongan secara moril idealisme
dan independensi yang menjadi krusial pun adalah jangan sampai gerakan
mahasiswa yang saat ini menjadi parsial dan terpecah dimanfaatkan oleh mereka
para elite politic dalam menaikan dan menurunkan isu politik.
Kita butuh kesimpulan sebagai
langkah taktis dan strategis dalam menyongsong momentum politik kedepan. Bahwa negara
kita masih dalam fase perjuangan demokratik, tentu pemilu masih membutuhkan
pembaharuan konsep.
Ketika kita berkesimpulan
pemilu adalah mekanisme politik yang masa berlakunya lama kedepan. Karena
pemilu di Indonesia masih dalam fase proses. Pertanyaannya bagimana kita
sebagai mahasiswa khusunya KKPMB harus memandang ini ?
Hal ini sebenarnya masih
butuh di diskusikan Panjang lebar, sebab point-point independensi yang tertera
dalam AD/ART KKPMB perlu ditambah untuk mempertegas garis demarkasi dalam menjalankan
organisasi khusus menjelang moment politik. Intinya, berupaya pada posisi
dimana kita tidak terikat dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita adalah
mandiri. tidak mengusung kepentingan pihak tertentu dan tidak terlibat dalam
politik praktis.
Itu adalah point dasar, dalam
hal ini tentu kita ikut mengawasi momentum politik sehingga berjalan dengan
baik. Namun karena posisi KKPMB saat ini “silent majority”, parsial karena
tidak pernah terkonsolidasikan, bagi penulis respon yang tepat adalah cukup
dengan menjaga Independensi KKPMB.
Penulis: Syaharuddin Zaruk
(Mahasiswa Teknik Informatika di Universitas Negeri Makassar)
0 komentar:
Post a Comment