[Opini] Hari Buku di Erah Generasi Malas Membaca


Setiap tahun, Peringatan Hari Buku Sedunia selalu di peringati pada tanggal 23 april untuk mempromosikan peran membaca, penerbitan dan hak cipta yang pertaman kali di cetuskan oleh UNESCO pada tahun 1995. Namun peringatan ini di Indonesia tidak pernah disambut dengan meriah dan bahkan tidak sedikit yang lupa apalagi sampai tidak tau. Kita dapat berspekulasi bahwa ini berbanding lurus dengan sebagian besar masyarakatnya yang malas membaca buku.

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Riset berbeda bertajuk "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.

Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Berangkat dari itu Ini seharusnya menjadi diskursus persoalan nasional yang serius untuk dicarikan solusinya oleh pemerintah dan masyarakatnya sendiri.

Menurut hemat penulis dari beberapa pengamatan yang pernah dilakukan, penyebab masyarakat Indonesia malas membaca, diantaranya: lingkungan keluarga yang tidak mendukung karena tidak adanya ruang perpustakaan dirumah dan lebih mementing ruang nonton; mahalnya harga buku di beberapa daerah diluar Jawa seperti Makassar; sulitanya mendapatkan buku-buku yang berkualitas ditingkat kabupaten, kecamatan dan desa; Kurangnya stock buku bacaan baru dimasing-masing perpustaan daerah; dan terakhir yang paling parah, masyarakat lebih meluangkan waktunya pada aktivitas menggunakan smartphone diluar dari hal-hal yang produktif.

Membaca buku sangat penting, itu tercermin dari, pepatah klasik yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia, dimana buku adalah kategori penting membuka cakrawala ilmu pengetahuan dalam memandang segala persoalan yang ada secara kritis.

Yang berkontribusi besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, adalah buku selain dari pengalaman obyektif dari pribadi manusia itu sendiri. Meski sejatinya isian dari buku itu sendiri adalah catatan panjang dan terstruktur atas pandangan sejarah pengalaman obyektif umat manusia.

Kurangnya minat baca masyarakat juga menjadi konsekuensi bagi kemajuan suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Padahal membaca itu mengasikkan, bukan sesuatu momok yang menakutkan tetapi dengan membaca dalam perspektif sederhana dapat menghilangkan rasa kegundahan dan kecemasan, dengan sering membaca seseorang dapat mengembangkan kefasihan dalam bertuturkata, mebaca dapat menjernihkan cara berfikir dan memajukan pandangan berfikir, dengan membaca dapat menarik pelajaran pengalaman dari orang lain, dan masih banyak lagi mamfaat dari membaca.

Titik persoalan yang lebih khusus lagi soal kurangnya minat baca buku telah menjangkiti elemen yang menganggap dirinya bagian dari kaum intlektual yaitu Mahasiswa.

Penulis juga yang selaku mahasiswa telah melihat fenomena yang mengerikan pada kehidupan mahasiswa kontenporer, dimana tradisi-tradisi intlektual organik setiap tahunnya kurang digandrungi oleh sebagian besar mahasiswa. Tradisi intlektual organik yang penulis maksud adalah (Membaca, menulis, berorganisasi, dan pengabdian). Meskipun dalam dekade beberapa tahun terakhir muncul beberapa kelompok pegiat literasi, namun secara signifikan belum mampu menghalau gelombang meningkatnya angka persentase malas membaca di Indonesia.

Sebagi penutup, sebelum persoalan ini semakin kritis. Mari kita membudayakan membaca sedini mungkin. Menjadikan persoalan ini sebagai persoalan bersama untuk dientaskan. Mendorong pemerintah agar lebih maksimal lagi dalam pengentasan kurangnya minat baca dalam ruang lingkup masyarakat Indonesia. Sebab Tuhan sendiripun menyuruh hambanya untuk membaca dalam kitab perintah pertamanya Iqra "bacalah". Bacalah setiap lembara buku, mengerti segala susuatunya, dan terapkan untuk kemajuan.

Membacalah, jadikan buku sebagai guru untuk mengerti dan mengarungi prospek kehidupan yang makin kompleks saat ini.

Penulis: Syaharuddin Zaruk
(Mahasiswa Teknik Informatika dan Komputer di Universitas Negeri Makassar)
Share on Google Plus

About KKPMB

Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) adalah oragnisasi paguyuban yang menghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari desa Batetangnga.

0 komentar:

Post a Comment