(Sejarah Panjang Perjuangan Mahasiswa)
Baru sekarang saya berniat cukup serius untuk tanggap
menjawab guyonan itu sebab mengandung pertanyaan-pertanyaan inheren yang bisa
menjadi evaluasi bagi aktivis gerakan mahasiswa kontenporer yang notabene kata
“Revolusi Sampai Mati” disematkan dalam lagu dan sering dinyanyikan oleh
mahasiswa diselah-selah aksi demonstrasi. Saya tidak tau apakah mereka paham
atau tidak, yang pastinya Revolusi itu bukan hal yang main-main.
Semoga akan terjawab dalam uraian panjang sejarah
perjuangan gerakan mahasiswa dalam mengawal dan menuntaskan Revolusi, ditinjau
dari segi perspekti Ideologi Politik Organisasi tertentu.
***
Kata Revolusi bukan hal yang baru lagi bagi aktivis
gerakan mahasiswa. Kata itu sering dilontarkan dari beberapa rentetan kajian
dan perdebatan intelektual mahasiswa baik dalam ruang lingkup organisasi
internal kampus maupun organisasi eksternal kampus.
Soekarno pernah mengatakan bahwa Revolusi itu
memerlukan fase karena bukanlah sebuah kejadian, melainkan sebuah proses. Di
sini, Soekarno menyebut revolusi sebagai sebuah proses dinamis dan dialektis:
proses menjebol dan membangun. Tan Malaka juga pernah mengatakan bahwa
pertentangan kelas adalah watak sejarah yang menciptakan revolusi. Pertentangan
kelas di Prancis, Inggris, Rusia pada akhir dan awal abad 18-19 telah
melahirkan revolusi besar yang menentukan gerak maju sejarah awal pertentangan
kelas dalam kapitalisme modern. Revolusi besar ini bisa menjadi pelajaran bagi
masa depan republik Indonesia yang masih ditindas oleh Belanda saat itu.
Dalam konteks historinya, Perjuangkan Revolusi yang
meletus diberbagai belahan dunia tak lepas dari peranan-peranan aktivis gerakan
mahasiswa yang punya visi yang besar akan perubahan kearah tatanan social
ekonomi politik yang berpihak kepada rakyat tertindas.
Mahasiswa
Dalam Pusaran Revolusi
Tuntutan perjuangan mereka tidak hanya sekedar pada
ruang lingkup kampus semata, mereka telah keluar dari batas-batasnya. Sebab
gerakan itu mulai menanggapi masalah-masalah sosial dan politik yang tidak
langsung berhubungan dengan apa yang terjadi di dalam universitas. Mereka
terlibat dalam berbagai aksi solidaritas
dengan perjuangan pembebasan revolusioner di negara-negara Dunia Ketiga.
Kalangan mahasiswa yang sama kemudian mengambil tempat di depan dalam
perjuangan mempertahankan revolusi Vietnamm melawan perang agresi imperialisme
Amerika. Di Jerman, simpati kepada orang-orang terjajah dimulai dari titik yang unik. Gerakan protes
mahasiswa yang besar dipicu oleh aksi solidaritas dengan buruh, petani dan
mahasiswa dari sebuah negara Dunia Ketiga lainnya.
Sebagai kemajuan, perjuangan mahasiswa telah menemukan
pondasi ideologis, analisis, dan taktik perjuangan dengan tuntutan solidaritas
yang makin maju atas pembebasan bangsa Dunia Ketiga dari jerat kolonialisme dan
Imperialisme yang tengah mengakar kuat mengeksploitasi bangsa jajahan.
Mahasiswa
untuk Revolusi Indonesia
Indonesia termasuk Negara Dunia Ketiga. Ia bagian dari
bangsa yang terdorong untuk lepas dari segala bentuk penindasan dan penjajahan
oleh kolonialisme belanda, dan Imperialisme Jepang. Bangsa yang puluhan tahun
diperjongos untuk kepentingan ekonomi politik bangsa lain. Hingga akhirnya di
tahun 1945 baru mendapatkan hak menentukan nasib sendiri sebagai bangsa
Indonesia yang merdeka.
Jauh ditahun-tahun sebelum Indonesia merdeka, banyak
catatan sejarah memuat perjungan Pemuda/mahasiswa yang terlibat dalam
perjuangan politik melawan Kolonial Belanda. Siapa yang tidak kenal Tirto Adhi Suryo sebagai bapak Pers Indonesia. Ia adalah
salah satu sosok pemuda peletak embrio perlawanan terhadap Kolonial yang paling
maju di samannya. Mendirikan redaksi koran Medan
Priayi sebagai poros menyalurkan kritik terhadap pemerintahan Hindia
Belanda, hingga akhirnya terlibat dalam pembentukan Sarikat Dagang Islam tahun
1909, yang diketahui sebagai tonggak awal munculnya politik mobilisasi massa
yang besar-besaran diluar enclave
kolonial. Dari SDI menjadi Sarikat Islam (SI) tahun 1912 dan memiliki anggota
sebanyak 2.000.000. Baru pada tahun 1921 pecah jadi Sarekat Rakyat.
Pada tahun 1928 aktivis-aktivis pemuda berkumpul dari
berbagai Kepulauan Nusantara meneguhkan kesetiaan mereka membentuk bangsa baru
dengan mendeglarasikan Sumpah Pemuda sebagai landasan pembebasan dari
Kolonialisme.
Gagasan-gagasan baru-pun telah muncul sedemikian rupa.
Tercermin dari ideologi, politik dan organisasi. Yang mendapat pengaruh atas
gagasan bentuk negara dan kehidupan politik menduplikat pengalaman tiga
revolusi besar: revolusi Borjuis di Eropa, Amerika abad ke-20 dan revolusi
proletary yang terjadi di Rusia 1917. Ini kemudia memuncul identitas baru dari
warisan revolusi modern dan perlahan meninggalkan budaya-budaya tradisional.
Gagasan-gagasan baru membatuk isian nyata sebagai landasan bagi budaya baru
Indonesia.
Inilah dikatakan oleh Takashi Shiraishi dalam bukunya Zaman
Bergerak “kesadaran Nasional Indonesia, dengan bahasa Melayu/Indonesia
sebagai bahasa politik merdeka, dengan surat kabar, rapat-rapat umum, pemogokan
dan partai-partai yang terbagi secara ideologis--semua dipahami generasi baru
sebagai tradisi gerakan”.
Akhirnya munculnya Soekarno yang menulis artikel
seruan persatuan Nasionalisme, Islam dan Marxisme. Iya menyeruka persatuan
untuk mencapai Indonesia Merdeka. Menandai dibukanya era baru dan menjadikan
Soekarno sebagai sosok pemimpin generasi baru yang mendorong kesadaran baru.
Gerakan anti colonial semakin terang-terangan.
organisasi politik dan gerakan politik mobilisasi massa rakyat 1945 berhasil
mem-proklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Politik kontra revolusi delakukan oleh mereka
sisa-sisa yang pernah punya hubungan dekat dengan colonial Belanda. Mereka
adalah polotikus-intelktual yang dididik oleh sistem colonial—perwira militier
KNIL (angkatan darat kerajaan Hindia Belanda). Para intlektual tersebut
mengorganisir diri dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Program politik mereka mengilhami model ekonomi
perusahaan bebas, demokrasi parlementer liberal, dan negara kesejahteraan, tapi
mereka ingin mencapai kesemuanya tidak melalui jalan politik gerakan massa
seperti revolusi yang terjadi di eropa, namun menyandarkan pada kerjasama
dengan politik imperialism barat. Ini jelas bertentang dengan cita-cita
revolusi yang di perjuangan bangsa Indonesiadari awal.
Banyak perwira tantara bekas didikan belanda duduk
dalam jajaran baru perwira. Didalamnya adalah Staf Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI), diantaranya Jenderal Nasution dan Jenderal Soeharto,
kesemuanya bekas KNIL yang kemudian merebut kekuasaan dengan bekerjasama dan
memprofokasi beberapa gerakan mahasiswa dari cipayung mengkudeta Seokarno dan
membumii hanguskan tradisi gerakan mobilisasi rakyat dari tahun 1965-1967. Ini
kemudian menjadi cikal bakal kapitalis bersenjata berkuasa dan dimulainya
politik massa mengambang—segala aktivitas pilitik mobilisasi gerakan massa
terlarang. Disamping itu gerakan mahasiswa dan rakyat dalam masa-masa sulit
dibawah rezim junta militer Soeharto, mereka selalu diperhadapkan pada todongan
senjata yang membuat gerakan mahasiswa dan rakyat makin tiarap. Ini
mengindikasikan gerakan mahasiswa dan rakyat telah kalah telak oleh kekuatan
militer dan imperialism barat dalam mempertahankan Revolusi Nasional.
Sebelumnya, dalam masa-masa terror oleh
Soeharto—berkamuflase agar mendapat dukungan dari sipil terutama dari kelompok
mahasiswa dan memamerkan kepada public bahwa mereka mendapatkan dukungan sipil
dari tindakan-tindakannya, dalam hal ini adalah pembelejetan terhadap gerakan
kiri dan pendukung Soekarno.
Mereka berhasil mendapat dukungan dari Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang notabene di prakarsai oleh Mayor Jenderal
Syarif Thayib. KAMI yang terhimpun oleh beberapa organisasi mahasiswa yang
religious dan konservatif, mereka mengusai jalan-jalan dalm aksi-aksi terhadap pemerintahan
Soekarno setelah sebelumnya organisasi pesaingnya yang berafiliasi ke PKI yaitu
Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia dan Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI), dilarang dan dibasmi secara beruntun sehingga banyak dari
CGMI dan GMNI ditahan dan dibunuh. Dari itu kemudia gerakan mahasiswa di
definisikan ulang sebagai gerakan yang hanya terdiri dari gerakan anti-kiri
yang didominasi oleh KAMI. Dan suatu fase menurut hemat penulis sebagai masa
tersungkurnya gerakan mahasiswa dan terseret kedalam kepentingan oligarki dan
elit borjuasi nasional.
Munculnya
Gerakan Baru
Baru pada tahun 1973-1974 muncul gerakan mahasiswa.
Dimana gelombang baru protes mahasiswa melanda Indonesia. Ini dilatar belakangi
oleh membanjirnya modal luar negeri dengan jumlah yang cukup signifikan,
memaksa perusahaan-perusahaan kecil Indonesia bangkrut. Aksi mahasiswa ini
berada dalam suasana dimana keresahan terhadap pemerintahan Seoharto telah
menarik berbagai kelompok yang dulunya bagian dari pendukung Orde Baru. Seruannya
agar ada strategi baru ekonomi dicanangkan oleh Soeharto, serangannya apa yang
disebut ekonomi teknokrat dan berseru agar dibubarkannya asisten pribadi
Presiden, tapi belum pada tataran seruan mencopot Soeharto. Ini dikarenakan
gerakan yang muncul masih bersifat konservatif, apalagi ditunggangi oleh
kelompok militer yang menentang Soeharto.
Dalam perkembangannya, periode politik mahasiswa
sepanjang 1973 bertambah sengit, dengan hadirnya beberapa sosok mahasiswa
diantaranya Hariman Siregar, Syahrir, Chalid dan terlebih lagi penyair dan
dramawan Rendra yang melancarkan kampanye secarah terpisah dari parallel,
ditujukan terutama pada meningkatnya penindasan dan peran tantara. Ia melakukan
kampenya lewat media melalui drama-drama, dan puisi-puisi perlawanannya untuk
mengkritik pemerintah. Kampanye tersebut punya ungsur mobilisasi politik dalam
aktivitas komfrensi media, pertemuan terang-terangan dengan pejabat public, dan
ikut terlibat dalam protes-protes jalanan.
Ali Murtopo pencetus gagasan Massa Mengambang takut bukan kepayang, sebab gagasan politik massa
mengambangnya tidak membatasi peran mahasiswa dalam memobilisasi massa. Itu
kemudian memberikan ruang bagi gagasan-gagasan lama untuk hidup kembali.
Bukan hanya mahasiswa, ternyata pada periode
selanjutnya 1977 gerakan buruh dan petani mulai kembali menemukan tradisi
lamanya. meningakatnya gelombang protes pemogokan buruh-buruh generasi baru,
untuk menuntut peningkatan upah dan kondisi yang lebih baik, khusunya hak
mogok. Ini dilatar belakangi peningkatan tenaga buruh pabrik, khususnya
disektor tekstil.
Pada periode 1989-1990, kembali muncul untuk pertama
kalinya mobilisasi gerakan massa non-mahasiswa sekala besar. 10.000-an massa
petani dan buruh berkampanye menuntuk pengembalian tanah yang hilang akibat
pembangunan komersil.
Gerakan
Politik
Dari berbagai rentetan periode kembalinya mobilisasi
gerakan massa kepermukaan dalam merespon berbagai gejolak penindasan yang
dilakukan rezim Orde Baru dan juga sebagian reaksi dari kegagalan gerakan
mahasiswa pada tahun1978 dan buntunya gerakan NGO serta mahasiswa pada 1980-an.
Sekelompok aktivis mahasiswa, LSM, aktivis buruh dan petani berinisiatif
membentuk partai politik sebagai pengejahwantahan dari alfanya alternative
politik yang dapat mengakomodasi berbagai ungsur kelompok perlawanan atas dasar
politik mobilisasi. Maka dideklarasikanlah Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada
2 mei 1994 yang dihadiri beberapa tokoh demokrasi Indonesia yang terkemuka,
diantaranya Adnan Buyung Nasution dari YLBHI, Muchtar Pakpahan dari Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Dedi Triawan dari WALHI, dan Mulyana Kusuma.
Tidak lama setelah PRD dideklarasikan kemudian
mendapat respon dari Menko Polkam, menganggap aktivitas PRD adalah bentuk
pembangkangan kemudian dilarang. Atas pelarangan PRD tersebut terjadi banyak
kecaman dari beberapa organisasi tingkat bawah yang berafiliasi ke PRD.
Puncaknya setelah penangkapan terhadap pimpinan PRD tahun 1996 maka terjadi
gelombang protes besar-besaran yang hamper dilakukan di setiap kota di seluruh Indonesia
pada bulan maret-juli 1996. Dari inilah detik keruntuhan Soeharto dimulai.
PRD kemudian mengorganisir 2.000 buruh dan 1000
mahasiswa menggabungkan diri bergerak ke Jakarta namun dihadang oleh tantara.
Dua minggu kemudian 19 juli 20.000 buruh dari 10 pabrik di daerah Kawasan
industry Surabaya, mogok dan berdemonstrasi. 20 orang ditahan dan beberapa yang
terlukah akibat perkelahian dengan tantara. Kemudian terjadi peristiwa yang
dikenal kerusuhan 27 juli 1996 dimana demonstrasi bersatu dengan kerusukan
massa liar dan dianggap sebagai titik tolak kejatuhan Soeharto. Namun setelah
itu PRD mendapat stigma dianggap sebagai PKI gaya baru membuatnya kembali
tiarap sebagai gerakan bawah tanah dan 30 pemimpin PRD ditangkap. Baru pada
tahun 1998 mereka kembali memimpin gerakan mobilisasi massa untuk melengserkan
Soeharto.
Reformasi
dan Kejatuhan Soeharto
Dalam Pergulatan Menuntaskan Revolusi Demokratik yang
Terinterupsi Sejak September 1997 krisis ekonomi global ikut menyapu Indonesia,
nilai rupiah melemah terhadap dolar AS, harga-harga barang kebutuhan pokok
mulai merangkak naik, banyak perusahaan yang gulung tikar akibatnya banyak
buruh yang ter-PHK. Dampak ini secara langsung juga menimpa mahasiswa, terutama
mahasiswa perantauan, harga makanan melonjak, kertas naik, belum lagi orang
tuanya yang di PHK atau perusahaan mereka yang bangkrut. Dari kondisi seperti
ini, aksi-aksi mahasiswa mulai marak kembali, dengan tuntutan-tuntutan
ekonomis, seperti turunkan harga. Akan tetapi kelompok mahasiswa radikal (dalam
hal ini anggota PRD) yang masih minoritas secara kuantitatif tetap melancarkan
tuntutan politik, seperti suksesi kepemimpinan nasional, pencabutan Dwi Fungsi
ABRI. Secara perlahan, bersamaan dengan krisis ekonomi yang semakin memuncak,
usaha-usaha kelompok radikal untuk menarik dari kesadaran ekonomis menjadi
kesadaran politik mulai berhasil. Aksi-aksi mahasiswa yang semakin membesar
mulai meneriakkan tuntutan politik, meminta Soeharto turun. Ini merupakan
sejarah maju dalam gerakan mahasiswa di Indonesia. Tuntutan yang selama ini
diharamkan tidak ditabukan lagi. Seperti halnya dalam tulisan Aspinal tentang
tuntutan mahasiswa yang semakin politis: Tipe demonstrasi mahasiswa merupakan
reduksi dari naiknya harga barang, menuntut dihapuskannya korupsi, kolusi dan nepostisme,
dan menuntut reformasi. Dari awal kebanyakan protes secara ekplisit menuntut
Soeharto turun dari jabatan sebagai presiden.
Ketika hari-hari terakhir Soeharto akan lengser,
gedung DPR/MPR dikuasai mahasiswa, ratusan ribu mahasiswa menggelar mimbar
bebas di gedung tersebut. Sementara di Yogyakarta, sehari sebelum Soeharto
turun, sekitar satu juta rakyat – yang dipelopori mahasiswa Yogyakarta --
memenuhi alun-alun Utara, menuntut Soeharto mundur. Masa-masa ini merupakan
masa-masa yang revolusioner bagi gerakan mahasiswa. Aksi-aksi mahasiswa
dibeberapa tempat bahkan sudah menguasai RRI seperti yang terjadi di Surabaya,
Semarang, Padang. Sementara di Medan, mahasiswa menguasai bandar udara. Dapat
dikatakan aktivitas penerbangan, terutama penerbangan internasional, lumpuh
total. Dalam kurun waktu ini juga bermunculan beratus-ratus komite mahasiswa,
besar maupun kecil. Namun sayangnya gerakan yang sudah membesar ini hanya mampu
menghasilkan pengalihan jabatan presiden dari Soeharto ke Habibie.
Selanjutnya, ini akibat kekakuan dalam menerapkan
stratag dan ketidakcerdasan dalam memanfaatkan setiap celah yang ada, lama
kelaman gerakan menjadi mati, aksi-aksi tidak ada lagi dengan begitu
konsolidasi menjadi lemah. Dapat kita lihat sendiri gerakan masih terpecah-pecah
sampai saat ini. Walupun gerakan bisa membesar, hal ini lebih disebabkan oleh
momentum dan isu yang sama.
Apa Penyebabnya ?
Sektarianisme menyebabkan gerakan menjadi elitis,
tidak mau bergabung dengan sektor rakyat lainya. Akibatnya, pertama, rakyat
yang berperan aktif dalam demonstrasi-demonstrasi tidak terpimpin. Kedua,
kekuatan mahasiswa dan massa rakyat yang seharusnya bersatu menjadi terpecah
belah. Banyak diantara organisasi mahasiswa yang masih termakan propaganda
militer, apabila aksi mahasiswa bergabung dengan sektor rakyat lainnya akan
menimbulkan kerusuhan. Kesalahan-kesalahan seperti ini tetap terulang dan
terjadi juga pada gerakan-gerakan mahasiswa sebelumnya. Keempat, tidak adanya
organ nasional.
Dapat dikatakan setelah SMID (Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi) dihancurkan setelah peristiwa 27 Juli 1999, belum
ada organ nasional yang terbentuk. Akibat tidak adanya organ nasional ini,
berdampak pada tidak adanya kesatuan aksi diantara gerakan mahasiswa yang ada.
Masing-masing gerakan berjalan sendiri-sendiri – baik tuntutan maupun strategi
taktik. Tidak adanya kesatuan aksi, jelas sekali mengakibatkan gerakan menjadi
terfragmentasi, tidak jelas apa yang sebenarnya akan dituju. Akibat
selanjutnya, disamping gerakan menjadi lemah juga membingungkan massa rakyat
sendiri.
Mahasiswa
Kontenporer
Setelah periode gerakan rakyat dan mahasiswa gagal
menuntaskan Revolusi Demokratik pada tahun 1998. Saat, ini kita hamper jarang
menemukan mobilisasi gerakan rakyat yang konsisten, terlebih pada gerakan
mahasiswa yang semakin nyaman berkutat pada kebuntuan-kebuntuan gerakannya.
Gerakan mahasiswa kontenporer sebagian besar
teraleinasi terhadap persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi Rakyat,
terbukti dengan semakin ekslusifnya formulasi konsep gerakan mahasiswa yang
lebih mengedepankan pola pendidikan untuk menciptakan kader ivent organiser
dibanding menciptakan kader Organiser Rakyat. Parahnya, sebagian besar
mahasiswa tidak mampu lagi menjunjung tinggi esensi dari independensi mahasiswa
itu sendiri yang menggadaikan idealismenya dengan terjun kedalam politik
praktis disetiap menjelang pemilukada. Tradisi live in (hidup berjuang bersama
rakyat) oleh mahasiswa telah di lupakan, terbukti dengan sedikitnya mahasiswa
yang terlibat dalam advokasi melalui jalur non letigasi mengawal kasus,
penggusuran kaum miskin kota, perampasan tanah petani, dan penindasan terhadap
Buruh. Serta minimnya mahasiswa yang menyikapi semakin meningkatnya
pemberangusan demokrasi, Persolan Reklamasi, dan liberalisasi pendidikan
sebagai issu normatif mahasiswa itu sendiri.
Menurut hemat penulis, ini menandakan gerakan
mahasiswa semakin elitis dan pragmatis terhadap persoalan-persoalan yang
kongrit dihadapi masyarakat, disamping gerakan mahasiswa mengalami pragmentasi
yang akut.
Mungkin juga masih terlalu sombong dengan mengklaim
dirinya satu-satunya harapan masyarakat, iya masih terperangkap pada romantisme
sejarah tentang heroismenya tahun 1998. Dilain sisi gerakan Buruh justru sedang
membangun formulasi gerakannya dengan belajar dari kegagalan dan capai-capain
masa lalu. Gerakan buruh tengah menyiapkan landasan material untuk membentuk
alat politik alternative sebagai pengejahwantahan dari partai-partai politik
saat ini yang notabene perpanjangan tangan dari kelas kapitalis. Lalu Gerakan
mahasiswa apa?
Banyak pula saya melihat aktivis mahasiswa yang
dulunya terbilang militan dari segi ideologis dan praksisnya dilapangan. Justru
setelah mendapat gelar sarjana—mengorganisir dirinya dalam politik praktis yang
jauh dari kata membangun dan menguatkan pondasi gerakan mahasiswa apalagi
gerakan rakyat secara umum, malah berbalik menyerang dan terkadang nyinyir
ketika melihat aksi demonstrasi mahasiswa. Ini kemudian yang diikuti
junior-juniornya dikampus, mengikuti jejak kandanya yang “REVOLUSINYA TERNYATA TIDAK SAMPAI MATI TAPI SAMPAI SKRIPSI”.
Agar tidak mendapat stigma seperti diatas, perlu
kiranya gerakan mahasiswa kembali membangun konsep, metode ataupun formula baru
untuk mereposisi gerakan mahasiswa agar posisi tawarnya dihadapan rezim bisa
diperhitungkan kembali. Namun untuk langkah awal adalah kembali menguatkan
tradisi-tradisi klasik mahasiswa yang relevansinya tidak pernah dimakan
zaman, yaitu:
1. Giat membaca
Membaca seharusnya melekat pada mahasiswa sebagai kaum intlektual. Namun bagi sebagian besar mahasiswa sekarang justru membaca dianggap hal yang remeh temeh ini kemudian menjadi salah satu penyebab banyaknya mahasiswa yang termakan berita hoax. Padahal membaca itu adalah hal yang utama untuk memperluas wawasan dan gagasan dari berbagai literatur yang saat ini mudah didapat, apakah itu tentang filsafat, sejarah, ekonomi, politik, sosial budaya bahkan agama.
2. Diskusi dan Berdebat
Salah satu tradisi mahasiswa yang paling urjen adalah, diskusi dan berdebat. Karena dengan itu mahasiswa dapat bertukar dan berbagi wawasan dan gagasan dengan yang lainnya. Dan juga dengan diskusi dan berdebat dapat melahirkan wacana-wacana baru sesuai dengan kontennya dan dieksekusi melalui kerja yang teratur dan terformat.
3. Menulis
Menulis adalah hal yang paling penting sebab dalam konsepnya kemampuan menulis lahir dari kebiasaan membaca dan berdiskusi. Dengan menulis juga sebagi bentuk merawat gagasan-gagasan dalam fikiran dengan menuangkannya dalam tulisan.
4. Aksi
Aksi menjadi menjadi penting sebab iya adalah bentuk rill tahap Revolusi. Aksi juga adalah bagian langkah kongkrit dalam perjuangan. Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dikarena adanya aksi-aksi politik mobilisasi massa untuk mengusir kolonialisme. Begitupun sampai sekarang aksi masih relevan digunakan untuk menuntut segala kebijakan yang dianggab tidak adil.
5. Mengorganisir
Dalam artian sederhananya adalah bagaimana mengorganisasikan kelompok masyarakat yang terbelakang agar sadar akan hak-haknya selama ini dikangkangi. Memberikan mereka pemahaman melui pendidikan dan memajukannya dalam bentuk kesadaran politik. Dengan mengorganisir mahasiswa dapat memahami persoalan mendasar yang dihadapi rakyat.
1. Giat membaca
Membaca seharusnya melekat pada mahasiswa sebagai kaum intlektual. Namun bagi sebagian besar mahasiswa sekarang justru membaca dianggap hal yang remeh temeh ini kemudian menjadi salah satu penyebab banyaknya mahasiswa yang termakan berita hoax. Padahal membaca itu adalah hal yang utama untuk memperluas wawasan dan gagasan dari berbagai literatur yang saat ini mudah didapat, apakah itu tentang filsafat, sejarah, ekonomi, politik, sosial budaya bahkan agama.
2. Diskusi dan Berdebat
Salah satu tradisi mahasiswa yang paling urjen adalah, diskusi dan berdebat. Karena dengan itu mahasiswa dapat bertukar dan berbagi wawasan dan gagasan dengan yang lainnya. Dan juga dengan diskusi dan berdebat dapat melahirkan wacana-wacana baru sesuai dengan kontennya dan dieksekusi melalui kerja yang teratur dan terformat.
3. Menulis
Menulis adalah hal yang paling penting sebab dalam konsepnya kemampuan menulis lahir dari kebiasaan membaca dan berdiskusi. Dengan menulis juga sebagi bentuk merawat gagasan-gagasan dalam fikiran dengan menuangkannya dalam tulisan.
4. Aksi
Aksi menjadi menjadi penting sebab iya adalah bentuk rill tahap Revolusi. Aksi juga adalah bagian langkah kongkrit dalam perjuangan. Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dikarena adanya aksi-aksi politik mobilisasi massa untuk mengusir kolonialisme. Begitupun sampai sekarang aksi masih relevan digunakan untuk menuntut segala kebijakan yang dianggab tidak adil.
5. Mengorganisir
Dalam artian sederhananya adalah bagaimana mengorganisasikan kelompok masyarakat yang terbelakang agar sadar akan hak-haknya selama ini dikangkangi. Memberikan mereka pemahaman melui pendidikan dan memajukannya dalam bentuk kesadaran politik. Dengan mengorganisir mahasiswa dapat memahami persoalan mendasar yang dihadapi rakyat.
Kelima point diatas menurut hemat penulis adalah hal
yang paling mendasar untuk merawat nalar kritis dan idealisme mahasiswa agar
tetap keberpihakannya ada pada rakyat.
Semoga setelah membaca tulisan ini dapat mengilhami
khususnya bagi mahasiswa agar Revolusinya Sampai Mati, Bukan Sampai Skripsi.
***
Catatan:
Jika dalam tulisan ini ada kekeliruan dan kurang kesepahaman oleh para pembaca.
Penulis meminta maaf dan jika perlu silahkan mengajak penulis untuk berdiskusi
lebih jauh. Penulis dapat ditemui dikediamannya Jl. Syekh Yusuf, Kompleks Kodam
Katangka, Blog G22, No.4.
Penulis: Syaharuddin Zaruk
(Mahasiswa Jurusan Teknik
Informatika dan Komputer di Universitas Negeri Makassar, Sekretaris Kota di
Kongres Politik Organisasi – Perjuangan Rakyat Pekerja. Dan anggota Front
Mahasiswa Demokratik. Mantan Pengurus KKPMB Periode 2014 s.d 2015)
0 komentar:
Post a Comment