Berbicara mengenaik
politik, semua orang berpolitik, karena politik adalahbagaimana seseorang
mengekpresikan apa yang menjadi kebutuhan nya untuk bertahan
hidup. politik juga tidak bisa dipisahkan dengan persoalan ekonomi karena
masing-masing saling merasuki satu sama lain. mespun, ekonomi menjadi kebutuhan
pokok dalam kehidupan namun tidak bisa dipisahkan dengan bagaimana
cara mereka memenuhi kebutuhan ekonominya yaitu bagaimana dia
berpolitik, sehingga politik di segala lini kehidupan manusia menempatkan
dirinya di garda depan untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan kelompok
manusia, maupun individu-individu manusia.
Bergantinya rezim penguasa, maka berganti pula kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan. Meskipun dalam pergantian ini, tidak ada yang begitu signifikan
perbedaan antara kebijakan penguasa lama dengan kebijakan penguasa yang baru.
Pada intinya, pasca runtuhnya kekuasaan presiden Soekarno, yang dikenal sangat
anti terhadap ideologi ekonomi politik imperialisme, kolonialisme, kapitalisme,
dan feodalisme yang kini semua penguasa penggantinya mendukung apa yang menjadi
musuh abadi bung karno. Meskipun partai politik penguasa hari ini, yaitu PDI-P
dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang didalamnya terdapat pula partai elit
politik, mengaku sebagai penyambung perjuangan bung karno namun, secara
esensial mendukung apa yang menjadi musuh dari pada bung karno. Sistem ekonomi
politik kapitalisme-neoliberalisme telah dijalankan oleh semua elit partai
politik yang ada. Revolusi mental yang menjadi jargon rezim hari ini, adalah
merupakan revolusi yang menguatkan ideologi kapitalisme-neoliberal di
indonesia. Ideologi kapitalisme-neoliberal ini tentunya terbangun dengan
memakan waktu yang lama dengan menggunakan pendidikan sebagai alat untuk
menyebarkan, serta menjadi pencetak ideologi kapitalisme-neoliberal. Hal ini
sudah berjalan sejak rezim orde baru berkuasa sampai sekarang rezim neo orba
neolib Jokowi-JK.
Revolusi mental rezim
Jokowi-JK ini tidak akan berjalan efektif jika dunia pendidikan tidak di rombak
sedemikian rupah agar integritas dunia pendidikan dan keinginan penguasa bisa
sejalan dengan program ideologi politik penguasa dengan baik. Hal ini lah yang
kemudian dijalankan oleh rezim Jokowi dalam mengintegrasikan sistem
neoliberalisme dan pendidikan. Hal ini pula yang menjadi alasan perombakan
kabinet kerja Jokowi dalam mempercepat laju ekonomi indonesia untuk siap
mengambil peran aktif menjalankan ekonomi pasar bebas dunia. Pergantian
beberapa mentri jilid II baru-baru ini, terdapat juga perombakan dalam dunia
pendidikan dengan digantikannya Anies Baswedan oleh Muhadjir Efendi sebagai
mentri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud), meskipun kebijakan yang
dikeluarkan oleh mentri sebelumnya sama saja dengan apa yang menjadi kebijkan
mentri pendidikan yang baru, yaitu menjalankan visi-misi pemerintah Jokowi-JK
yang pro pasar bebas dengan mengorbankan rakyat indonesia.
Mungkin kita akan
bertanya-tanya, kenapa pendiidkan di bawah-bawah dalam persoalan ekonomi politik
penguasa, bukankah pendidikan hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Inilah
pandangan lugu sebagian besar rakyat indonesia. Mungkin saya akan jelaskan
secara umum, mengapa orientasi pendidikan disesuaikan dengan keinginan pasar
bebas? Berikut ulasan singkatnya.
Secara garis besarnya,
orientasi pendidikan adalah merupakan representatif dari apa yang di inginkan
oleh klas yang berkuasa, ketika klas yang berkuasa adalah sekelompok orang yang
menjalankan sistem pemerintahan yang kapitalistik, maka pendidikan harus
menjadi alat untuk melanggengkan ideologi klas penguasa tersebut. tidak bisa
dipungkiri bahwa pendidikan telah dijadikan sebagai alat pembentuk karakter
yang sesuai dengan keinginan klas yang berkuasa atas negara. Mantan
menteri kabinet kerja pak Anies Baswedan juga berpendapat bahwa politik tidak
bisa terlepas dari dunia pendidikan, jika kebijakan penguasa adalah untuk
melanggengkan sistem neoliberalisme, maka dunia pendidikan pun harusnya
mengikuti apa yang menjadi kebijakan politik penguasa, dan itu yang telah
dijalankan oleh pak anies baswedan dan penggantinya muhadjir efendi sebagai
mentri pendidikan republik indonesia.
Mengenai soal
pendidikan yang tidak ada habis-habisnya kita bahas, tentunya merupakan hal
yang paling penting bagi kemajuan bangsa. Kemajuan suatu bangsa bukan dilihat
dari melimpahnya sumber daya alamnya, bukan dilihat dari tingginya pertumbuhan
ekonominya, bukan dilihat dari kekuatan militernya, bukan dilihat dari
banyaknya populasi rakyatnya, tapi, kemajuan suatu bangsa akan terlihat dari
kemajuan pendidikannya yang berkualitas serta terjangkau bagi seluruh
rakyatnya, sehingga pemerataan pengetahuan terasa sampai kepelosok-polosok desa
tanpa diskriminatif, serta pendidikan yang bervisi pada apa yang menjadi kebutuhan
rakyat secara objektif. Jika syarat ini tidak dapat dipenuhi oleh negara, maka
yakin dan percaya negara akan terus-terusan menjadi boneka negara-negara
kapitalis. Maka jelas dan terang benderanglah bahwa pendidikan tidak akan
terlepas dari kepentingan pilitik penguasa yang menjalankan ideologi politik
klas, apakah pemerintah menjalan ideologi politik yang menindas, atau pro
terhadap rakyat tertindas, maka pendidikan akan mengarah pada salah satu
ideologi politik tersebut.
Sekali lagi saya
katakan bahwa, ideologi politik yang dijalankan oleh rezim hari ini adalah
indeologi politik kapitalis, dimana kepentingan individu, sistem kompetisi,
pasar bebas, akumulasi modal, menjadi prioritas dalam semua bentuk kebijakan
politik rezim Jokowi. Dan hal ini pula yang akan dijalankan sistem pendidikan
kita hari ini, dimana penyediaan tenaga kerja murah, komersialisasi pendidikan,
pencetak intelektual-intelektual yang pro sistem yang menindas ini dicetak
terus menerus untuk mempertahankan klasnya maka, klas diluar dari klas yang
berpunya akan tertindas selamanya jika mereka tidak mampu merebut kekuasaan
politik atas negara.
Ada hal lain juga yang
bisa menjelaskan, relasi antara pendidikan, dan juga kebijkan politik pasar
bebas rezim Jokowi-JK. Pertama-tama mari kita melirik hasil resufle kabinet
Jokowi beberapa bulan yang lalu khususnya resufle mendikbud. Pasca terjadinya
pergantian pemain di sektor pendidikan, banyak kebijakan-kebijkan yang
dikeluarkan, yang secara pribadi saya anggap sangat konyol dan tidak akan menyelesaikan
apa-apa kecuali menjalankan sistem yang bobrok ini. Kebijakan yang pertama
dikeluarkan oleh mendikbud baru ini adalah kebijakan “Full Day School” yang
berlaku untuk sekolah dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP),
meskipun program ini masih bersifat sosialisasi di beberapa daerah, tapi sudah
disambut baik oleh beberapa kepala daerah yang sejalan dengan kebijakan pasar
bebas jokowi. “Full Day School” ini, dimana siswa akan seharian
berada di sekolah sampai sore, pas setelah orang tua siswa pulang dari kerja,
dan alasan utama yang dikemukakan oleh mendikbud baru-baru ini yaitu agar orang
tua dari pada siswa tersebut terfokus pada kerja sehingga tidak usah lagi
memikirkan anaknya yang masih berada dilingkungan sekolah. Sangat jelas bahwa ruang
dan waktu kebersamaan antara orang tua dan anak di kebiri supanya orang tua
siswa tersebut, hanya taunya kerja..kerja..kerja dan kerja seperti yang di
inginkan oelah rezim jokowi. Alasan mendikbud tersebut, bukan pada persoalan
memajukan kualitas pendidikan indonesia namun memajukan kerja daripada orang
tua siswa tersebut untuk kepentingan pemerintah yaitu mengejar pertumbuhan
ekonomi yang lagi-lagi bukan untuk kesejahtraan rakyat, melainkan kesejahtraan
para korporasi dan penjilat-penjilatnya. Pada dasarnya kebijakan “Full Day
School” ini sama sekali tidak mampu menjawab permasalahan dunia
pendidikan yang dari tahun-ketahun telah terjebak dalam komersialisasi
pendidikan.
Mari kita menyediakan
segelas kopi hangat siap seduh, kemudian duduk dengan rilex sambil menganalis
sejauh mana kualitas pendidikan di indonesia, apakah sudah lebih maju dibanding
masa-masa pra kemerdekaan atau pasca kemerdekaan? Pasti akan terlihat dengan
mata telanjang kita, bahwa dunia pendidikan kita masih sangat jauh dari harapan
kita. Bukti kongkrit yang bisa dilihat adalah angka kemiskinan yang masih
sangat tinggi, upah yang rendah, ini menandakan bahwa pendidikan kita bukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat tetapi sebagai lembaga hegemoni klas
penguasa. Oke, mari kita cek pendidikan indonesia dimata dunia.
Pendidikan idonesia
telah merealisasikan pendidikan wajib 9 tahun untuk rakyat indonesia, namun,
apakah ini akan meningkatkan kualitas pendidikan indonesia? Hal itu bukan
menjadi ukuran penting dalam melihat kualitas pendidikan indonesia. Pendidikan
akan terlihat berkualitas atau tidak itu dengan di adakannya survey pendidikan
dunia, perbandingan pendidikan diluar pendidikan indonesia.
Pada tahun 2015
kemarin, lembaga survey pendidikan dunia oleh OECD (Organisation for
Economic Co-operation and Development) organisasi ini penganut ekonomi
pasar bebas dunia melakukan test di 76 negara yang ada di dunia yang
menunjukkan relasi pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Dalam hasil survey OECD
soal pendidikan dunia, indonesia berada pada posisi 69 dari 76 yang telah di
survey, sedangkan negara tetangga indonesia seperti malaysia berada pada posisi
52, Thailand urutan 42, sangat jauh dari pendidikan indonesia. Namun, dengan
adanya survey ini pun bukan berarti sudah menjadi ukuran final dalam melihat
sistem pendidikan. Memang benar bahwa angka yang dikeluarkan oleh lembaga
survey tersebut adalah angka kualitas pendidikan, namun dari setiap sudut
pandang politik ideologi perbedaan kualitas pendidikan berbeda-beda sesuai
dengan kepentingan idologi dan politiknya. Bukan yang sebenar-benarnya
penilaian terhadap dunia pendidikan untuk kemanusiaan, tetapi lebih tepatnya
adalah suatu kepentingan ideologi dan politik masing negara yang menganut
ideologi kapitalisme, hampir disemua negara memakai, metode pendidikan sesuai
dengan ideologi dan politik kapitalisme.
Bustamin Tato'
(Dosen Universitas Patria Artha dan alumni mantan pengurus KKPMB)
Diposting: Syaharuddin Zaruk
0 komentar:
Post a Comment