Lekat dalam
ingatan pemilihan calon legislatif 2014 lalu. Hal ini jelas memberikan
pelajaran bermakna untuk perpolitikan indonesia, khususnya masyarakat
Batetangnga.
Kurang lebih hampir 6.000 suara yang ada di
Desa Batetangnga. Namun, tidak berhasil meloloskan satu pun para kandidit caleg
untuk duduk di kursi sabagai wakil rakyat. baik tingkat DPRD I, maupun DPRD II.
Pengalaman ini, hanya menyisihkan pilu kerugian secara materil masing-masing kandidat
yang cukup besar sampai ratusan juta rupiah. Sedihnya lagi, justru di desa
Batetangnga dijadikan lumbung oleh beberapa caleg dari desa lain untuk mendaung
suara.
Saat ini, yang menarik adalah desa Batetantangga dalam hal Sumber Daya Manusia
(SDM) sangat unggul. Bayangkan, Ada 2 Professor (Guru Besar), 8 Doktor dan
lebih 40 orang yang bergelar magister. Suatu potret yang langkah dari desa-desa
yang ada di Polewali Mandar (Polman), bahkan skop wilayah di Sulawesi barat.
Dengan SDM yang unggul ini, harusnya
masyarakat di Batetangnga mampu memaafatkan kondisi tersebut, untuk penguatan
wacana, serta strategi-strategi untuk kematangan perpolitikan dalam menghadapi
pemilu kedepannya.
Sebelum UU Nomor 7 Tahun 2017 disahkan, dan di
undang-undangkan pada bulan Agustus lalu 2017 oleh Pemerintah melalui
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Pada pemilu-pemilu sebelummnya, aturan
penetapan kursi tiap partai politik menggunakan “Sistem Kouta” dimana penentuan
kursi dilakukan dengan mencari terlebih dahulu Bilangan Pemilih Pembagi (BPP)
dari jumlah suara yang sah, dibagi dengan jumlah kursi yang tersedia.
Kemudian, tiap partai politik yang mendapatkan
angka BPP, otomatis mendapatkan kursinya, dan sisa kursi yang tersedia akan di
tentukan dengan ranking/perolehan suara terbanyak tiap partai politik.
Pada pemilu 2019, kita akan diperkenalkan
dengan sistem yang baru “Sainte
Lague”. sistem baru dalam Pemilu Indonesia, merupakan sebuah aturan
baru dalam penetapan kursi Partai Politik pemilu 2019.
Dalam pasal 420 UU No. 7 Tahun 2017 disebutkan
tentang aturan penetapan kursi tiap partai politik. Suara sah tiap partai
politik, dibagi dengan bilangan pembagi ganjil 1,2,5,7, dst.
Kemudian, setiap menbagian akan ditentukan
peringkat berdasarkan nilai terbanyak. jumlah kursi akan ditentukan berdasarkan
peringkat, jika pada suatu daerah pemilihan terdapat alokasi 5 kursi, maka
peringkat 1 sampai dengan 5 akan mendapat kursi pada daerah pemilihan tersebut.
Sistem “Sainte
lague” di bandingkan “Sistem Kouta/BPP” sebelumnya, akan
menguntungkan masyarakat desa Batetangnga dengan jumlah penduduknya yang tinggi
untuk meloloskan kandidatnya untuk meraih kursi sebagai anggota dewan
perwakilan daerah (DPRD). Dengan sistem ‘sainten
lague’ ini, kekuatan politik masyarakat Batetangnga mampu mengirim
wakil rakyat 2-3 kursi DPRD II dan 1 kursi untuk DPRD I untuk pemilu 2019
nanti.
Hal lain yang menguntungkan dari sistem “Sainte Lague” adalah; Bahwa caleg yang
memperoleh suara tertinggi diurutkan sesuai dengan alokasi kursi yang
disediakan dalam satu dapil berhak memperoleh kursi. kursi-kursi yang tersedia
pertama-tama akan diberikan kepada partai politik yang mempunyai jumlah suara
rata-rata tertinggi, kemudian rata-rata tersebut akan terus menurun berdasarkan
nilai bilangan pembagi.
Prosedur ini akan terus berlaku sampai semua
kursi terbagi habis tampa harus mempertimbangkan Partai yang meraih suarah
kecil. Partai dengan perolehan suara besar akan mendapatkan lebih banyak kursi,
sedangkan partai dengan perolehan suara kecil tentunya akan mendapatkan kursi
yang lebih sedikit pula.
Terlepas persoalan di atas, guru kunci tetap
berada dalam internal politik masyarakat batetangnga. Sebanyak apapun suara dan
SDM di Betetangnga, ketika pola politik itu masih menggunakan pola lama;
Momentum (tiba waktu, tiba akal) dan ‘egoisme’ setiap calon masih tinggi (tampa
perhitungan kekuatan yang matang semata-mata berburu kekuasaan), hasilnya akan
tetap “NIHIL” bahkan, boleh jadi akan lebih buruk dari hasil pemilu sebelumnya.
Untuk pembahasan konsep strategi politik
dengan menggunakan sistem pemilihan “Sainte
Lague” akan diulas pada tulisan berikutnya. Dengan lahirnya tulisan
diatas, tidak terlepas dari pandangan subjektif penulis, maka dari itu perlu
masukan, kritikan, dari siapapun yang membaca tulisan diatas. Sekian, wassalam..!
Artikel ini sebelumnya pernah dimuat di Pattae.com
Sumber gambar: Pattae.com
Penulis: Muh. hardin
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Mantan Sekretaris Umum Pengurus Besar KKPMB Periode 2009 s.d 2010)
0 komentar:
Post a Comment