[Opini] Agama Dalam Bayang Politik

Tahun ini adalah fase panasnya suhu politik negeri ini, pilpres tak lama lagi. Beberapa hari yang lalu, lewat layar kaca media menyuguhkan debat kedua capres dan cawapres (Jokowi, Amin - Prabowo, Sandi). Seantero Nusantara, seluruh pasang mata, menyaksikan masing-masing paslon idaman. Aktivis ! Deman kah? Entahlah. Penulis sendiri selalu pesimis, skeptis, serta apatis ditengah tsunami dan liquifaksi politik yang kalut. Di tambah lagi performens mereka, bukannya membawa ide baru dan gagasan besar justru malah menampilkan yang sebaliknya, tidak ada keselarasan antara jawaban dan pertanyaan padahal kisi-kisi sudah di tangan mereka jauh sebelumnya. Seperti kata bang Burhanudin "mereka tampak seperti pria-pria tua yang keletihan bertutur kata. Atau mirip murid-murid bengal yang dihukum oleh guru di depan kelas karena telat masuk sekolah lalu menyusun alasan-alasan yang kacau, klise, dan defensit". Namun, disini penulis tidak membahas lebih isi debat itu. Nelangsa.

meskipun salah satu dari cawapres merupakan tokoh agama "sosok pak Ma'ruf Amin pemenang balon d'or (situasi politik dimana pak jokowi harus merangkul pak Ma'ruf Amin sebagai pendamping, mau tidak mau, suka tidak suka)" isu keagamaan di dunia politik bulakanlah aroma baru, mudah diendus. Sentimen keagamaan bak rumput kering di antara badai dan terik matahari mudah dibakar. Sentimen seperti ini bukan hanya mewabah dalam negeri, bahkan mampu melampaui benua sekalipun.

Bisa di bayangkan siapa yang tidak terluka jika keyakinannya di usik apalagi di Indonesia sebagai contry berflower, kaya budaya, spritual, religius dan mistis. Hanya dengan frame partai Tuhan, membela tauhid, jihad, tidak bisa imam shalat, dll. Orang dengan suka relah(ikhlas) baris berbaris tampil di garasi paling depan. Membela agama!!!. Wallahualam.


MENGAPA AGAMA


Setidaknya ada beberapa cacata penting mengapa narasi keagamaan selalu jadi jualan politik hari ini. Pertama, salah satu aspek peradaban negeri ini dibagun melalui dimensi religius kultural, meminjam istilah gusdur kyai kampung seperti Kyai Chudlori mampu mengikis perilaku admoral seperti perampasan dan pencurian. Hal ini memberikan rasa aman kepada masyarakan dan mereka juga meyakini bahwa kyai seperti beliau merupakan berkah yang mendekatkan mereka pada Tuhan. Dalam literasi sejarah kita jejaknya bisa dilacak di Sulawesi Tengah misalnya ada Tokoh Habib Sayid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua) dan K.H.Muhammad Tahir (Imam Lapeo) di Kab.Polewali Mandar, mereka membangun transformasi masyarakat dengan pola serupa. Ini adalah cara bagaimana membagun relasi kuasa (negara) pada masyarakat kecil, dimana efek negara sebelumnya di kampung-kampung tidak begitu terasa.


Kedua, alih-alih menawarkan alternatif pengembangan ekonomi dan penyelesaian sosial di akar rumput seperti HAM, justru gorengan politik nuansa keagamaan sama sekali tidak memberikan keuntungan ekonomis pada masyarakat yang termarjinalkan baik di perkotaan maupun pedesaan. Sebaliknya melalu kerangka populisme kanan, masalah sosial dan ekonomi di ubah dengan cepat menjadi narasi identitas tentu hal tersebut memicu kontraproduktif dan disintegrasi bagi demokrasi bangsa.


Mengapa isu HAM tidak seviral isu SARA? Kita sadar bahwa kedua paslon punya catatan merah, baik dari kubu pak Jokowi dan kubu pak Prabowo. pada periode kepemimpinan jokowi isu HAM tak mampu diselesaikan bahkan komnas HAM memberikan rapor merah dengan dalih stabilitas, belajar dari masa GUSDUR yang jatuh karena mencoba mengungkap pelanggaran HAM dimasa lalu. Sebaliknya, kasus HAM pada teragedi 98 selalu di kaitkan dengan prabowo, ini menarik sebab dalam debat pilpres jilid 1 menggunakan redaksi "dahulu ketika saya masih muda" di sini teksnya bukan sebagai prajurit. Mengapa! 


Kembali soal narasi agama. Ditahun ini, arus wacana keagamaan kian keras menerjang seperti banjir yang melanda SULSEL saja. Simpatisan paslon penantang kian getol memainkannya dengan argumen klise dan ketika tabir mulai terbuka dan publik ingin menguji keagamisannya. Arus berbalik, menghantam dengan isu serupa. Dan pada akhirnya kedaulatan dalam mencari pemimpin rakyat yang berkualitas dan berintegrita, bergeser menjadi sekedar caci maki adhominem. 


Tampilnya pemuka agama dan ormas-ormas dipertarungan politik elektoral menempat wacana keagamaan kian sentral dan begitu piawainya kaum elit oligarki memamfaatkan situasi ini, bagaimana mereka memblow up menciptakan musuh, kebencian, dan kebingungan pada maayarakat. Sebagai cara mempertahankan struktur kekuasaan yang ada. Dan saya berharap narasi ini harus dihentikan.


Sampai kapan gorengan Agama berhenti jadi jualan politik! Nampaknya wacana keagamaan selalu jadi bayang politik, ditarik dan dimamfaatkan untuk sebuah kekuasaan. apapun pilihannya, bagaimanapun caranya, seorang aktor harus memainkan semua peran.


Sumber gambar: deliknews.com



Penulis: Azrar Mubarak
(Alumni Jurusan Pendidikan Fisika UIN Alauddin Makassar. Mantan Sekertaris Umum PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Cabang Gowa. Mantan Sekretaris Umum KKPMB Periode 2014 s.d 2015).
Share on Google Plus

About KKPMB

Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) adalah oragnisasi paguyuban yang menghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari desa Batetangnga.

0 komentar:

Post a Comment