Sebuah kabar
miris terdengar dari kampung halaman Desa Batetangnga, bahwa telah terjadi
penghacuran Cagar Budaya “Bate Tangnga”
salah satu dari “Tallu Bate” yang
menjadi bagian penting dari proses sejarah perkembangan masyarakat Pattae khususnya masyarakat Batetangnga.
Penghancuran
dilakukan pada hari kamis, 6 september 2018 dengan dalih pelebaran dan
perbaikan jalan poros mangondang yang
kenyataannya berbanding lurus dengan tumbuh suburnya proyek wisata pribadi
sepanjang jalan tersebut kearah utara pegunungan. Disamping itu, ditengah
masyarakat masih dalam perdebatan. Siapa yang paling diuntungkan dengan
pelebaran dan perbaikan jalan. Pihak pemilik wisata atau Petani? Ini masih
tanda tanya besar!
Bukan tanpa
pertimbangan, dibalik itu semua tentu Pemerintahan Desa setempat yang bertanggung
jawab. Dan olehnya juga persetujuan dari Lembaga Adat Batetangnga—yang kurang
lebih setahun ini di dirikan. Harapannya dapat mencegah hal demikian, namun
nyatanya ikut menjadi bagian menyetujui penghacuran tersebut.
Mengapa “Batu Bate” atau “Bate
Tangnga” Penting?
Penting,
sebab ia adalah warisan budaya bendawi Masyarakat Pattae dan merupakan artefak tinggalan arkeologi. Dalam perspektif
peraturan perundang-undangan dikenal dengan istilah Cagar Budaya, sebagaimana
tercantum dalam undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Batu Bate” atau “Bate Tangnga”, juga sebagai tinggalan dari tapak aktivitas
kebudayaan maupun jejak atas tiap-tiap langkah sejarah masyarakat Pattae khususnya Masyarakat Batetangnga
dan tidak sekedar hadir dalam keeksotisan secara kasat mata belaka. Ia dapat
menjadi ruang yang membawa kita hanyut dalam naungan kontemplatif. Dalam tinjauan
filosofisnya “Batu Bate” atau “Bate Tangnga”, sebagai sejarah maupun arkeologisnya
dapat kita resapi dan mahfumi untuk kehidupan kini dan masa akan datang. Pada dasarnya,
semakin bertambahnya masa, maka nilai tersebut bertendensi untuk semakin tinggi
pula. Namun sialnya, hal demikian tidak menjadi pertimbangan utama sebelum penghancuranya.
Jangankan tinjauan
demikian, sebagai penjelasan kongkrit bahwa “Batu Bate” atau “Bate Tangnga”
dalam sejaranya merupakan bagian yang membentuk identitas dan kepribadian masyarakat
Pattae khususnya masyarakat Batetangnga,
bahwa pernah digunakan sebagai tempat mencari solusi demokratis atau bermusyawarah
atas persoalan masyarakat yang melingkupinya dan itu modrn pada zamannya. Dimana
pada zaman masih dibawah naungan sistem aristokrasi (kerajaan) kerajaan
Binuang, “Batu Bate” atau “Bate Tangnga” adalah pusat dari Tallu Bate: “Ulu Bate” (Sekarang melingkupi tiga desa,
yaitu: desa Mirring, desa Amola, dan desa Paku), “Bate Tangnga” (sekarang melingkupi beberapa desa, yaitu: desa
Batetangnga, desa Rea, desa Kuajang, desa Kaleok, desa Ammassangan, desa Tonyaman
dan desa Mammi), “Cappak Bate” (sekarang
melingkupi beberapa kelurahan, yaitu: Kel. Darma, Kel. Pekkabata, Kel.
Sulewatang, Kel. Wattang, Kel. Polewali, Kel. Lantora, Kel. Takatidung, Kel.
Madatte, dan Kel. Manding).
Hal diatas
pun luput dari pertimbangan serius sebelum melakukan penghancuran. Mereka juga
tidak mengambil pelajaran dengan mulai hilangnya identitas wilayah “Ulu Bate” yang melingkupinya setelah beberapa
tahun sebelumnya lebih dulu dihancurkan dengan kasus yang sama dan sekarang
hanya tinggal “Cappak Bate”.
Dengan demikian,
Secara tidak langsung telah mengebiri generasinya akan akses pengetahuan
tentang kehidupan leluhurnya pada masa lampau. Seiring perkembangan zaman, jika
hal-hal demikian terus dibiarkan, maka generasi selanjutnya akan hidup dalam
keadaan terpontang-panting, merabah-rabah, hilang arah sebab jati diri dan
identitasnya telah dikubur dalam-dalam oleh ulah orang tuanya sendiri.
Apa Sikap Kita ?
Sudah selayaknya
kita membuang paradigma lama yang terkesan melahirkan dikotomi bahwa Cagar Budaya
hanya berafiliasi pada kepentingan akademis semata. Dan perlu diakui bahwa
fenomena memiriskan dikalangan kaum muda yang acuh terhadap keberadaan Cagar Budaya,
apatis dalam menjaga—bahkan mengenal—tinggalan-tinggalan Sejarah dan budaya
tanah kelahirannya sendiri. Baluran nilai-nilai pembelajaran dari masa lalu
tersebut seakan menjadi sebuah kelumrahan tanpa dibarengi keinginan
merasukinya. Sebaliknya, kaum muda akan begitu reaktif menelusuri pelbagai
bentuk dan sikap yang dianggap wujud dari modernitas.
Maka, Sebagai
generasi angkatan muda Batetangnga, kita tidak boleh bersikap apatis dan
pragmatis terkait itu, dalam hal ini penghancuran Cagar Budaya yang menjadi bagian
sejarah panjang terbentuknya identitas kita bersama. Kita dituntut untuk
berfikir dan bersikap kritis dari segala tindak tanduk kontra terhadap
pelestarian budaya, tentunya budaya yang memiliki nilai edukasi yang tinggi
bagi kita dan bagi generasi pelanjut nantinya.
Meskipun
sekarang berat hati, “Batu Bate” atau
“Bate Tangnga” telah hancur. Puing-puingnya
saat ini masih kelihatan. Kedepannya, ingin melihatnya pun adalah hal mustahil.
Mungkin akan jadi batu pondasi got atau pun menjadi pengganjal pinggir aspal
baru. Miris bukan? Puing-puing peninggalan sejarah yang kita besar-besarkan selama
ini di lemparkan ke jurang dekradasi. Seperti halnya kita di celupkan kedalam
kubangan kotoran TAI! Tapi apa boleh buat. Kita keteteran dan nasi sudah jadi
bubur.
Saatnya kita
bersikap:
1. Mengutuk dan mengecam keras tindakan pemerintahan
Desa Batetangnga beserta oknum yang terlibat menyetujui atas penghancuran Cagar
Budaya “Batu Bate” atau “Bate Tangnga”.
2. Selamatkan Puing dan bongkahan “Batu Bate” atau “Bate Tangnga” ketempat yang steril.
3. Pemerintah Desa harus meminta maaf
kepada seluruh masyarakat Desa Batetangnga atas tindakan vandalism yang mencederai
secara permanen warisan leluhur masyarakat Batetangnga.
4. Mendorong adanya upaya pelestarian
terhadap Cagar Budaya Desa Batetangnga yang masih ada.
Ingat! Kita masih
memiliki Cagar Budaya yang lain, diantaranya; Eran Batu, Batu Pikkambuangan,
dan Batu Kadera. Kedepannya HARGA MATI! Jika harus bernasib sama dengan “Batu Bate” atau “Bate Tangnga”.
Penulis: Syaharuddin Zaruk
(Mahasiswa Teknik Informatika di Universitas Negeri Makassar. Sekretaris KPO-PRP Kota Makassar. Anggota Front Mahasiswa Demokratik. Mantan Pengurus KKPMB Periode 2014 s.d 2015. Bercita-cita berhenti merokok dan berharap suatu saat nanti memiliki istri yang mempunyai lesung pipi)
To do Not Pressure OR Anything, But Have Ever This considered post there is statement PT Lampung Service this is a
ReplyDeleteService HP Bandar Lampung whose looking to do day
Service iPhone Lampung to this looking then to out standing that is
Jasa Kursus Service HP I will try it.
Jasa Kursus Service HP They have jumping places and so that the device other kid's activity.Youtuber Lampung ,
Thanks ! Visit Back Subscribel Here ->Youtuber Lampung <-