[Opini] "Tangis Tragedi Tragis" Donggala dan Palu, Pulihlah Segerah!


Sudah 11 hari berlalu. Tragedi bencana kemanusiaan yang paling memilukan diantara tragedi-tragedi kemanusiaan lainnya. Yaitu, gempa 7,4 magnitudo dan tsunami setinggi 2-3 meter, telah meluluh lantakkan Kabupaten Donggala, Kota Palu dan sekitarnya. Pada jumat, 28 september 2018.

Simpati dan empati berupa aliran dana, barang logistik dan obat-obatan dari dalam negeri maupun dunia internesional, tak henti-hentinya tersalurkan untuk para korban. Semua demi secercah harapan untuk tetap dapat bertahan hidup ditengah traumatik akut yang mendalam.

Banyak yang kehilangan anggota keluarga: anak, istri, dan suami; bapak, ibu dan saudara; teman, sahabat dan tetangga. Semuanya terbalut dalam tangis dan duka yang akan membekas seumur hidup.

Menurut data informasi sementara, korban meninggal dunia pasca gempa dan tsunami Donggala dan Palu, yang di rilis oleh Badan Nasional dan Penanggulangan Bencana (BNPB), telah mencapai 1.763 orang dan 2.632 orang luka-luka (sumber: cnnindonesia).

Dapat di bayangkan, berapa banyak kepala keluarga yang kehilangan anggota keluarganya dan siapapun yang melihat dan mendengar, pasti merasakan sesak keprihatinan. Ditambah kabar yang makin memilukan terdengar, bahwa masih ada sekitar 5.000 korban hilang yang berasal dari dua wilayah, yakni kelurahan Balaroa dan Petabo.

Hampir seluruh warga yang bermukim di daerah tersebut, tidak ada yang selamat. Di sebabkan oleh fenomena Liquifaksi (pencairan tanah) yang mengerikan. Bahkan salah satu Ahli Geologi dari Universitas Saint Louis AS, John Encarnacion menyatakan, "itu adalah contoh liquifaksi yang paling menyeramkan yang pernah saya lihat. Banyak suara-suara aneh terdengar."

Betapa mengerikannya lagi, jika di dengarkan langsung dari pernyataan para korban yang selamat dari fenomena tersebut. Mungkin kita tidak akan lagi menginjakkan kaki di bumi Donggala dan Palu, begitu tragis dan menakutkannya peristiwa tersebut.

Belum lagi fenomena lain yang tak kalah menyedihkannya--beberapa video amatir yang tersebar di media social, dimana truk-truk yang membawa bantuan logistik justru di jarah di tengah jalan sebelum sampai ketempat tujuan. Sedangkan di lokasi pusat pembagian logistik, juga masih menuai kendala teknis dan kesannya diskriminatif. Sebab, yang boleh mendapatkan bantuan logistik hanya mereka yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Penyaluran logistik pun sampai sekarang belum merata dan maksimal, sehingga di beberapa camp-camp pengungsian masih banyak warga yang merasa kelaparan. Ini mengindikasikan tidak terkoordinasinya beberapa penyaluran logistik secara baik dan terorganisir.

Pemerintah, apa solusinya?

Bukan sekedar harapan para korban bencana, tapi harapan seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia Internasional. Agar Donggala, Palu dan sekitarnya segera pulih dari segi ekonomi, bahkan mental dan psikologis; utamanya bagi anak-anak agar tangis segera dapat di usap.

Pemerintah dalam hal ini, mengeluarkan anggaran sementara untuk tanggap bencana sebesar Rp. 560 Milyar. Ditengah prosesnya, jika dibandingkan dengan anggaran untuk menjamu para tuan-tuan dalam pertemuan IMF-WB yang tengah berlangsung hari ini sampai tanggal 14 oktober mendatang, sebesar Rp. 855 Milyar.

Silahkan pembaca mengambil kesimpulan. Bukan berarti membenturkan pembaca pada pilihan: "pemerintah lebih mementingkan pertemuan IMF-WB dari pada fokus pada pemulihan bencana". Sama sekali tidak. Hanya saja wajar jika kita mengeluarkan pertanyaan pendapat: misalkan, "Mungkin lebih baik jika pemerintah menundah dulu pertemuan tersebut dan danahnya dialihkan saja ke upaya pemulihan lokasi bencana Donggala, Palu dan sekitarnya."

Mungkin saja pembenaran pernyataan di atas mudah untuk di tanggapi balik, seperti pernyataan Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa pertemuan IMF-WB di (Pulau) Bali tidak akan menghambat proses pemulihan di Palu. Ia bahkan menyebutkan akan menggalang dukungan solidaritas Internasional atas bencana di Palu dan bertukar pengalaman soal mitigasi bencana.

Kalau seperti itu sah-sah saja. Tapi, siapa yang tidak kenal IMF-WB, justru puluhan tahun menjadi borok bertambahnya utang di negri ini. Bukan malah memberi solusi, tapi justru akan semakin mencekik bangsa ini dalam jerat utang yang kian menumpuk. Dan slogannya, menyelesaikan: Kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Ternyata hanya hisapan jempol semata, selama puluhan tahun ini. Bahka menjadi bukti gagalnya sistem Kapitalisme.

Kembali pada persoalan bencana. Seperti penganggaran pemulihan bencana Sulteng tahap lanjut, ternyata kembali menuai solusi utang piutang seperti solusi bencana Aceh dan Jogja. Dengan dalih mengembalikan aktivitas perekonomian di sejumlah daerah di Sulawesi Tengah (Sulteng), maka di beri kelonggaran kredit yang keseluruhan sebesar Rp. 16,2 Terliun. Yang tanggung siapa? Tentu bukan pemerintah, tapi tetap warga sulteng sendiri.

Kenapa utang tidak sekalian di hapus? Sebab akan merugikan pihak bank. Kenapa justru pemerintah mendukung agar kredit dilonggarkan dengan menambah jangka waktu kredit dan besaran kredit bisa diminimalisir? Karena memang pemerintah lebih mementingkan penganggaran Infrastruktur di banding upaya pemulihan dan pengurangan beban masyarakat (sulteng) Donggala, Palu dan sekitarnya.

Sebagai kesimpulan dari penulis. Saat ini, bantuan dari pemerintah masih sangat jauh dari maksimal. Justru bantuan dan uluran tangan dari para solidaritas dalam negeri maupun bantuan solidaritas dari dunia Internasional justru lebih rill untuk mengusap tangis anak-nak Korban gempa tsunami Donggal dan Palu.

Seperti bantuan dari negeri sosialis; Venezuela. Menyumbangkan 10 Juta Dollar AS; Korea Selatan 1 Juta Dollar AS; Inggris Rp 38 Milyar; Australia Rp 54 Milyar. Dan masih banyak lagi negara-negara yang membuka mata yang belum di sebutkan besaran dan jumlahnya. Lalu, selanjutnya adalah tugas KPK untuk mengawal dana sumbangan tersebut. Jangan sampai di Korupsi lagi oleh manusia berhati Iblis.

Teruntuk (Sulteng) Doggala, Palu dan sekitarnya. Segerahlah Pulih! Jangan takut, mata dunia tertuju pada kalian.

Makassar, 8 oktober 2018

Catatan: Jika dalam tulisan ini terdapat kekeliruan, mohon di luruskan oleh para pembaca. Terimakasih ...


Penulis: Syaharuddin Zaruk
(Mahasiswa Teknik Informatika di Universitas Negeri Makassar. Sekretaris KPO-PRP Kota Makassar. Anggota Front Mahasiswa Demokratik. Mantan Pengurus KKPMB Periode 2014 s.d 2015. Bercita-cita berhenti merokok dan berharap suatu saat nanti memiliki istri yang mempunyai lesung pipi).
Share on Google Plus

About KKPMB

Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) adalah oragnisasi paguyuban yang menghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari desa Batetangnga.

0 komentar:

Post a Comment