Surat Terbuka Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga Untuk Pemerintah Desa Batetangnga

Yth, Kepala Pemerintah Desa Batetangnga

Muhammad Said, SH

Di Tempat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Salam sejahtera kami haturkan kepada orang tua kami, Bapak Muhammad Said yang terhormat, Kepala Desa Batetangnga, dimanapun bapak berada.


Diselah hiruk pikuk aktivitas kesibukan bapak, kami berharap sudihlah bapak membaca tulisan surat terbuka ini. Kalaupun bapak tidak sempat atau tidak dapat membacanya, kami berharap ada seseorang yang sudi membisikkan kepada bapak.

Surat terbuka ini kami muat di media informasi Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga, karena kami tahu bahwa diantara para pembaca budiman adalah sebagian dari mata dan telinga bapak sendiri. Dan terlebih penting agar seluruh masyarakat desa Batetangnga dapat membaca dengan seksama.

Bapak Kepala Desa yang terhormat,

Tanpa ada niat khusus dengan aroma politik dan/atau sebagainya, apalagi menggurui. Tulisan ini hadir sifatnya kelembagaan, mempertanyakan sebagai bentuk kritis dari anak-anak bapak—pelajar mahasiswa Batetangnga.

Kami pun sebenarnya bukan siapa-siapa, dan sadar sejak bertahun-tahun lamanya bukan apa-apa bagi pemerintah desa. Kami hanya pelajar mahasiswa yang masih merengek tetek kepada orang tua kami dalam urusan biaya untuk sekedar dapat menyelesaikan study secepat mungkin. Tak pantas menggurui seorang kepala desa seperti bapak. Tapi, kami punya hak sebagai bagian dari masyarakat desa Batetangnga, terlebih lagi kami adalah angkatan muda desa Batetangnga, tentu berhak mempertanyakan hal-hal yang berkait kelindan dengan proses pembangunan untuk kemajuan desa Batetangnga; Desa kita tercinta.

Bapak Kepala Desa yang kami cintai,

Kami ingin mempertanyatakan secara mendalam dan tanpa hal terlewat pun terkait adanya proses upaya pembebasan hutan lindung di desa Batetangnga yang terintegrasi dengan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Namun, sebelum masuk pada pertanyaan yang mungkin menohok tersebut, ada baiknya kami dan anda terlebih dahulu menyamakan perpektif memandang TORA itu seperti apa dalam pengertian nasional.

Kami dan Bapak tentu tau bahwa TORA adalah program kebijakan Pemerintah bersama dengan Perhutanan Sosial dalam upaya mewujudkan pemerataan ekonomi yang menitik beratkan pada proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan lahan. Dengan program Reforma Agria tersebut, maka di alokasikanlah kepemilikan lahan TORA dan pemberian legalitas akses Perhutanan Sosial kepada masyarakat BAWAH/MISKIN.

Kami dan Bapak tentu tau bahwa Kementrian Lingkungan Hidup dan Hutan juga telah menargetkan cakupan dan luas redistribusi tanah seluas 4,5 juta Hektare. Itu berasal dari tanah pelepasan Kawasan hutan seluas 4,1 juta hectare, tanah dari hak guna usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tanah telantar 0,4 juta Hektare. Kemudian Pemerintah telah menganggarkan Rp 826 Miliar untuk penyelesaian TORA 2018 seluas 1,6 juta hectare sampai pada bulan Februari yang lalu. Dan untuk target 2019 seluas 1,7 Hektare (KLHK, 2018).

Kami dan Bapak tentu tau bahwa dari hasil identifikasi peta arahan lokasi TORA, seluas lebih kurang 3,7 juta Ha berada di Hutan Produksi baik itu Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), maupun Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Disamping itu terdapat seluas lebih kurang 454.190 Ha yang berada pada areal Hutan Produksi yang dibebani izin Hutan Alam (HA), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Restorasi Ekosistem (RE) (KPA, 2018).

Kami dan Bapak tentu tau bahwa tujuan dari TORA ada 6, diantaranya; pertama, untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah. Kedua, untuk menciptakan sumber-sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agrarian. Ketiga, untuk menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan. Keempat, untuk memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi. Kelima, untuk meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Keenam, pemerintah juga berharap program ini dapat memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup serta menangani dan menyelesaikan konflik agrarian (Sumber: ekon.go.id).

Bapak Kepala Desa selaku orang tua kami,

Tentu Bapak lebih tau bahwa seluas 25 ribu hektar lahan milik masyarakat di Sulbar akan dikeluarkan dari kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Dari 25 ribu hectare tersebut, berada di 76 desa (termasuk desa Batetangnga) dari enam kabupaten yang masuk dalam data target inver (Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan) PTKH Sulbar. Sedangkan terkhusus untuk kabupaten Polewali Mandar seluas -+ 1100 Hektar.

Kami mungkin lebih tau di banding Bapak, bahwa pada prosesnya, Program TORA  banyak menuai kritikan dari berbagai kalangan pegiat lingkungan. Namanya kebijakan nasional tentunya akan bermunculan persepsi pandangan atas pro kontra. Tentu dengan alasan mendasar dan di landasi oleh penelitian dan kajian teori serta lapangan secara mendalam, sampai pada upaya-upaya penolakan dalam bentuk praksis pun dilakukan.

Bapak Kepala Desa yang taat Hukum,

Bapak mungking lebih tau bahwa Peraturan Menteri LHK No.83/2016 menegaskan bahwa Perhutanan social merupakan “sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan dalam Kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hokum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika social budaya dalam bentuk 1) Hutan Desa, 2) Hutan Kemasyarakatan, 3) Hutan Tanaman Rakyat, 5) Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.” Tapi dalam hal ini kita focus dalam Hutan Desa sebagai obyek persoalan di desa Batetangnga.

Semoga Bapak tau penjelasan bahwa pasal 5 paragraf 3 UU No.41/1999 tentang Kehutanan, menjelaskan bahwa Hutan Desa adalah Hutan negara yang berada di dalam wilayah desa, dimanfaatkan oleh desa (bukan kepala desa secara peribadi) untuk kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Pasal 1 angka 24 PP 6/2007 tentang Tata Hutan, Rencana Pengelolaan Hutan dan Pemanfaatan Hutan, menjelaskan bahwa Hutan Desa adalah huta negara yang belum di bebani izin atau hak yang di kelolah oleh desa dan untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Bapak Kepala Desa yang Budiman,

Kami tau bahwa Bapak telah mengajukan berkas formulir pendaftaran TORA desa Batetangnga yang berisikan peta, sketsa luas lahan, dan surat pengajuan penguasaan lahan pada bulan desember 2017, tahun lalu. Dan isi dari kesemuanya telah kami ketahui.

Kami tahu bahwa luas lahan yang diajukan -+ 87,9 Hektar, lokasi Ratte Maling (kami yakin bukan Cuma itu), 63 orang yang mengajukan dari 64 petak lahan yang terajukan.

Selanjutnya kami akan melontarkan beberapa pertanyaan dan semoga saja tidak menohok dan memonjokkan Bapak, sebab kami takut akan Murkha dari orang tua kepada anak-anaknya.

Pertanyaannya:

1. Sesuai dengan intruksi BPKH Sulselbar adalah keterbukaan dari pemerintah desa dalam mensosialisasikan TORA kepada seluruh masyarakat tanpa terkecuali, kemudiaan melakukan pendataan serta mengumpulkan bukti penguasaan tanah yang diajukan masyarakat, membuat batas, sketsa penguasaan tanah, kemudian mengajukan permohonan ke Bupati secara kolektif. Pertanyaannya: Kenapa Bapak selaku Kepala Desa Batetangnga dalam hal ini sebelum mengajukan berkas formulir TORA, anda tidak melakukan sosialisasi terbuka kepada seluruh masyarakat Batetangnga ??? bahkan ketua adat, kelompok tani, dan beberapa masyarakat yang berada di sekitas Kawasan hutan, tidak tau menahu sama sekali ???

2. Kita semua tau, bahwa TORA tersebut di peruntuhkan bagi masyarakat miskin dan di utamakan untuk mereka yang bermukim dalam areal Kawasan Hutan. Pertanyaannya: Mengapa dalam berkas formulir tersebut ada beberapa nama masyarakat yang justru sangat jauh dari kategori miskin. Diantaranya, ada dari kalangan semi feudal (Punya banyak tanah diamana-mana), pejabat tinggi di salah satu perguruan tinggi di pare-pare, pengusaha, pegawai negeri sipil dan calon legislative 2019, bahkan Bapak sendiri selaku kepala desa beserta nyonya punya bagian di dalam ??? sejak kapan Bapak dan nyonya punya tanah garapan di lokasi tersebut ??? bukankah anda pernah mengeluarkan pernyataan (kami punya video dokumentasi pernyataan bapak) di hadapan dinas kehutanan pada saat proses penyelesaian kasus illegal logging tahun lalu, bahwa di kawasan hutan tersebut Bapak tidak punya tanah garapan, lalu bak pesulap tiba-tiba Bapak mengklaim punya tanah dalam surat pengajuan penguasaan lahan dalam berkas tersebut. Aneh bin ajaib bukan? Ini sudah jelas tidak tepat sasaran!

3. Sesuai berkas yang diajukan bahwa 63 nama telah mengajukan, dan 64 petak lahan yang terajukan. Pertanyaannya: dari hasil investigasi kami; ada beberapa nama yang mengajukan, justru sebelumnya tidak punya lahan yang terlanjur mereka garap di areal tersebut. Sebaliknya ada sebagian masyarakat yang sudah 20 tahun terlanjur menggarap lahan di areal tersebut, namanya justru tidak masuk dalam catatan berkas pengajuan pengusaan lahan ???

5. Analisis dampak lingkungan, jika kawasan hutan tersebut berhasil di TORA-kan, maka otomatis control pengelolaan atas lahan akan di bebaskan sepenuhnya bagi pengelola dan kemungkinan terburuknya akan terjadi penebangan hutan secara besar-besaran. Padahal semua kita tau, dalam kawan hutas tersebut adalah satu-satunya mata air yang mengaliri sawah-sawah masyarakat, bukan hanya masyarakat Batetangnga, tapi juga masyarakat desa Rea dan Kecamatan Binuang pada umumnya???

6. Dari keempat point diatas, kapan bapak selaku pemerintah desa akan melakukan tudang sepulung untuk memfasilitasi keresahan masyarakat Batetangnga dalam mencari solusi ???

Demikian surat ini kami buat, harapan yang besar atas pertanyaan diatas; Ayahanda kepala desa Batetangnga dapat menjawabnya demi kemaslahatan seluruh masyarakat desa Batetangnga.

Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya jika isi surat ini menyulut emosi yang terkait. Sebab itulah yang kami pelajari sebagai pelajar mahasiswa ”selalu merawat nalar kritis untuk masyarakat yang lebih baik”.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Makassar, 4 oktober 2018


PENGURUS BESAR
KERUKUNAN KELUARGA PELAJAR MAHASISWA BATETANGNGA
HORMAT KAMI



     Ttd                                                                                                            Ttd

M.Irfan                                                                                           Muhammad Aslam
              Ketua Umum                                                                                                  Sekretaris Umum
Share on Google Plus

About KKPMB

Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) adalah oragnisasi paguyuban yang menghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari desa Batetangnga.

0 komentar:

Post a Comment